Waspada Depresi Stres Menimpa Ibu Hamil Setelah Melahirkan - Umumnya, setiap orang akan bersemangat ketika menanti kelahiran buah hati. Apalagi jika kehadiran Si Kecil ditunggu-tunggu ayah, bunda, dan keluarga besar. Tak sabar rasanya membayangkan bayi mungil itu berada dalam dekapan. Namun, terkadang kelahiran yang awalnya dianggap indah, bisa jadi bumerang bagi ibu baru. Sebagian wanita bisa saja mengalami yang namanya baby blues pasca melahirkan. Jika tak kunjung mereda dalam sepekan, bisa berkembang menjadi gangguan yang lebih permanen, atau disebut post natal depression.
Selain berbahaya bagi sang bayi yang baru dilahirkan, juga dapat memutus ikatan batin dan keharmonisan antara ibu dan anak. Bahkan, pada beberapa kasus juga bisa menyebabkan sang ibu berkeinginan bunuh diri. Wah, mengerikan, ya? Menurut Josephine Ratna, PGDip.Sc, M.Psych, psikolog dari RS Internasional Surabaya, banyak faktor yang ikut berperan menjadikan kedua kasus ini muncul pasca melahirkan. Maka, Josephine menggarisbawahi pada persiapan psikis calon ibu dalam menghadapi peran barunya. Untuk itu, Josephine menyarankan, bagi para calon ibu untuk bisa memahami arti kehamilan dan mengupayakan persiapan diri atas peran barunya.
Positif Pahami Kehamilan
Bagi sebagian orang, mungkin tak terlalu heran menemui fakta, Anda sedang hamil. Namun, tak selalu demikian pada sebagian wanita. Kehamilan yang dijalani, bisa jadi sesuatu yang mengagetkan, bahkan berkembang menakutkan. Hal serupa juga bisa terjadi pada proses menjelang dan seusai persalinan. Proses yang sebetulnya menjadi pintu kebahagiaan pasangan suami istri ini, justru berubah menjadi awal petaka bagi ibu baru.
Josephine lalu mengingatkan, agar para calon orangtua bisa memahami arti kehamilan dan membangun pikiran positif tentang kehamilan jauh hari sebelum persalinan terjadi. Agar bisa berpikir positif tentang kehamilan, bisa dengan menanamkan dalam benak, kehamilan adalah anugerah yang diberikan Tuhan. Kehamilan adalah hal yang diidamkan banyak wanita, juga pengalaman menakjubkan yang akan melengkapi peran wanita. Kehamilan juga merupakan perpaduan harapan dan kenyataan yang jadi misteri Tuhan.
Jadikan momen perubahan fisik dan tanda-tanda kehamilan sebagai pengalaman indah yang akan berbuah kebahagiaan. Rasakan perubahan perut di setiap kesempatan. Pikirkan pula, di dalam diri sedang tumbuh sesosok manusia yang dititipkan Tuhan untuk dibimbing menjadi insan yang berguna di masa mendatang.
Tambahkan pula dengan membaca sejumlah buku kehamilan, yang bisa memberi pemahaman lebih banyak tentang apa yang tengah terjadi pada Anda dan janin. Tak hanya membuat Anda lebih siap menjalani semua proses dan gejala kehamilan, tapi juga meningkatkan rasa percaya diri, tanpa memperburuk tanda kehamilan.
Baby Blues
Apa artinya proses melahirkan yang hanya berlangsung sekitar beberapa jam itu? Siapa sangka, proses yang sudah dilalui jutaan wanita sebelumnya ini, ternyata dirasakan lain oleh sebagian wanita? Ada perasaan aneh dan tak nyaman yang menyusup dalam hati dengan status baru ini. Memiliki buah hati akhirnya justru membuat bingung, resah, tak tahu harus diapakan ketika bayinya menangis terus-menerus di malam hari. Belum lagi merasa kalut ketika ASI tak kunjung keluar.
Merasa sendiri mengurus Si Kecil, tak percaya diri saat suami keluar rumah mencari nafkah, ribut dengan mertua karena gaya merawat bayi yang tak cocok, dan ujung-ujungnya menangis dan sedih sendiri. Semua dirasa salah dan tak tepat. Marah dengan segala kekacauan yang dirasakan usai melahirkan. Tak ada lagi perhatian yang dulu diberikan orang-orang sekitar. Semua berubah menjadi beban. Status baru sebagai seorang ibu, terasa seperti vonis hukuman penjara saja. Jika sudah begini, ada kemungkinan Anda mengalami baby blues. Perasaan frustasi yang disebabkan ketidaksiapan diri menerima peran baru sebagai orangtua.
Sindroma baby blues, menurut Josephine, “Bisa terjadi pada sekitar 80 persen wanita pasca melahirkan. Biasanya terjadi 3 sampai 5 hari usai melahirkan dan berlangsung selama 7 sampai 10 hari.”
Hal ini, lanjutnya, juga disumbang oleh perubahan hormonal yang terjadi secara drastis usai melahirkan. Perubahan hormonal ini meningkatkan kecemasan dan sensitivitas sang ibu.
Ibu baru pun dihinggapi perasaan gelisah, cemas, mudah tersinggung, depresi, dan merasa tak mampu. Jika terpicu masalah lain seperti ribut dengan suami atau mertua, atau membuat kesalahan saat mengurus bayi, akan mengakibatkan ia bersedih berlebihan.
Post Natal Depression
Jika baby blues yang terjadi berkepanjangan hingga lebih dari 10 hari, bisa berkembang menjadi gangguan psikis yang lebih serius, yaitu post natal depression (PND). Kondisi ini dapat menghinggapi 10 persen dari wanita pasca melahirkan. PND bisa membuat pengidapnya menjadi panik, mudah putus asa, obsesif, memiliki rasa bersalah berlebihan, dan sering dihinggapi pikiran-pikiran tak terkontrol. Gejala serupa namun lebih berat, seperti yang ditunjukkan saat mengalami baby blues.
Namun, menurut Josephine, ada beberapa karakter yang membuat baby blues dan PND terlihat berbeda. Gejala yang ditunjukkan pada PND tak hanya bersifat psikis, tapi juga mulai berpengaruh ke fisik. PND seringkali disertai perasaan letih, penurunan hasrat seksual, sulit tidur, dan merasa tegang. Jika sudah demikian, memperbaiki kualitas komunikasi suami-istri maupun konseling biasa saja tak akan bisa mengakhiri kondisi ini. Pengobatan psikoterapi biasanya juga dilakukan seraya menggali ke akar masalah yang ada dalam pikiran sang ibu.
Konselor biasanya akan menyarankan suami untuk meningkatkan ambang toleransi, agar istri mendapat kesempatan beradaptasi dengan peran barunya serta ritme hidupnya. Suami juga disarankan untuk tidak memperparah depresi yang dialami istri, lewat kewajiban yang menurut istri membebani seperti tuntutan untuk segera bisa berhubungan seksual kembali, atau beban rumah tangga yang berlebihan.
Kegilaan Usai Melahirkan
Pada tingkat ekstrim, baby blues yang terus menerus memburuk juga bisa berakibat fatal. Setelah menyebabkan depresi yang mempengaruhi fisik, pada level ekstrim baby blues dapat menyebabkan puerperal psychosis atau kegilaan pasca melahirkan. Di level ini, penderita sudah tak diperkenankan merawat maupun mengasuh sang buah hati. Kecenderungan untuk menciptakan kondisi yang membahayakan untuk bayinya jadi sangat besar. Bahkan ia mampu menyakiti bayinya, termasuk dirinya, hingga menghilangkan nyawa.
Penderita yang mengalami puerperal psychosis umumnya akan mengalami delusi dan halusinasi, sehingga sulit membedakan mana yang nyata dan tidak. Kasus ini, ujar Josephine, memang jarang sekali terjadi. “Hanya sekitar 1 dari 1000 kasus depresi pasca melahirkan seorang ibu akan mengalami puerperal psychosis.”.
Biasanya, jika sudah berkembang menjadi puerperal psychosis, tak ada jalan lain kecuali mempercayakan perawatan sang ibu baru ini kepada ahli jiwa atau dirawat di rumah sakit jiwa.
Imbangi Dengan Peran Ayah
Dalam menghadapi proses persalinan, penting juga bagi para calon ayah untuk mendukung sang ibu. Berikut saran dari Josephine agar proses persalinan lancar dan tak terjadi beban psikologis terlalu berat bagi para ibu!
- Posisikan selalu diri suami sebagai teman seperjuangan. Suami bisa mencoba berpartisipasi di kelas senam hamil dan menemani istri saat berkonsultasi ke dokter kandungan.
- Tunjukkan sikap tanggung jawab, setia, dan dapat diandalkan, sehingga istri merasa aman dan nyaman dengan kehamilannya.
- Suami juga perlu menjadi mediator yang baik antara pihak-pihak tertentu seperti perawat, dokter, dan keluarga.
- Sebagai teman seperjuangan, suami perlu menunjukkan antusiasme atas kehamilan istri. Misalnya, mengingatkan jadwal senam hamil, konsultasi ke dokter, maupun minum vitamin dan suplemen sesuai resep dokter.
- Bantu istri untuk selalu berpikiran positif. Ajak pula bertukar pikiran, sekaligus membongkar kekhawatiran yang ada di benak istri seputar proses persalinan.
Atasi Perubahan Emosi Pasca Melahirkan
Tak dapat dipungkiri, babak baru kehidupan: menjadi orangtua untuk pertama kali akan menimbulkan kepanikan. Pikiran negatif yang muncul akibat kebingungan atas peran baru ini dapat berkembang menjadi gangguan psikologis, lho, jika tak lekas diantisipasi!
- Tulislah diari, tuangkan segala kegelisahan, ketakutan, dan kebingungan untuk bisa membantu memetakan masalah sebenarnya.
- Rencanakan perubahan positif saat menjadi orangtua. Seperti meluangkan waktu lebih banyak untuk anak, menyediakan anggaran pendidikan anak, rencana menyekolahkan anak, memenuhi kebutuhan anak, dan lainnya.
- Sertakan orangtua/ mertua dalam pengasuhan anak. Jadikan mereka tempat berguru untuk mengurangi kecemasan akibat perasaan tak berpengalaman memiliki bayi.
- Berteman dengan pasangan lain yang sudah punya anak atau sedang menunggu kehadiran anak. Jadikan mereka tempat bertukar pikiran dan berbagi keluh kesah soal perawatan dan pengasuhan anak yang potensial.
- Jalin kontak dengan anak sejak masih dalam kandungan untuk memperkokoh ikatan batin ibu-anak. Sehingga ibu baru mampu memahami apa yang dibutuhkan anak meski ia masih bayi dan belum bisa bicara.
- Libatkan dan sertakan suami selama masa kehamilan agar ia siap diandalkan ketika anak telah lahir.