Tumor Kista dan Miom Penyakit Menyerang Alat Reproduksi Wanita - Kista dan miom seringkali dianggap sama. Padahal, dua tumor jinak yang bersarang diorgan reproduksi perempuan ini berbeda 180 derajat.
Meski sama-sama menyerang organ reproduksi perempuan, namun kista dan miom memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Menurut
Dr. Chepi Teguh Pramayadi, SpOG dari
RSIA Evasari, memang banyak yang masih bingung membedakan kedua jenis penyakit yang tergolong dalam tumor jinak ini. Padahal, begitu banyak prinsip-prinsip yang berlainan, termasuk dari posisi, bentuk, hingga keluhan.
“Kista itu tumor yang berisi cairan. Ia memiliki beberapa jenis, misalnya kista endometriosis yang isinya cairan kecokelatan, kista dermoid yang terdiri dari jaringan-jaringan tubuh, ada juga kista
simplex yang isinya hanya berupa cairan bening,” ujar Cepi.
Sementara miom adalah tumor jinak yang terdiri dari serabut-serabut otot polos
myometrium. “Jadi ada pertumbuhan sel-sel otot di dalam rahim yang tidak normal. Ia berbentuk seperti kumparan, lama-lama berputar hingga menyerupai bola,” tambahnya.
Tiga Pembeda
Cepi kemudian menjelaskan hal-hal yang juga menjadi pembeda penyakit kista dan miom. Pertama, terlihat dari lokasi gumpalan. Kista terletak di indung telur, bisa di bagian kiri, kanan, atau keduanya.
“Sedangkan miom itu posisinya di rahim. Ia ada di tengah alat kelamin perempuan atau istilah medisnya terletak di uterus. Ia bisa berada di permukaan rahim, di tengah rahim, atau di dalam rahim,” papar Cepi.
Perbedaan kedua, dapat dilihat dari bentuk atau kandungan di dalamnya. Pada miom, terdapat serabut-serabut otot yang padat dan berbentuk bulat. Gumpalan menyerupai batu ini tidak memiliki pangkal atau inti, melainkan hanya serabut otot yang permukaannya dapat dikupas.
Sementara kista, isinya sudah pasti cairan. “Makanya ketika operasi, dia bisa langsung diangkat tapi bisa juga disedot dulu cairannya baru sisanya diambil. Jadi, bentuknya selalu seperti itu. Tidak akan mungkin menjadi terbalik, misalnya kista tapi padat atau miom tapi cair,” tambah Cepi.
Lalu, hal ketiga yang membedakan dapat dilihat dari keluhan yang dirasakan perempuan. Kista dapat dideteksi dari rasa nyeri saat haid hari pertama atau kedua, serta adanya rasa nyeri saat berhubungan seksual. Bahkan pada beberapa kasus, kista juga menyebabkan rasa nyeri di luar siklus haid.
Sementara itu, keluhan miom yang lebih dominan justru terlihat pada siklus. Adanya siklus haid yang tak teratur, jumlah hari haid yang lebih panjang, atau jumlah darah haid yang berada di atas batas normal dalam satu siklus.
“Normalnya, perempuan mengganti pembalut rata-rata 3 – 4 kali dalam sehari. Ketika ia mengganti pembalut sampai lima kali atau lebih, berarti jumlah darahnya lebih banyak dari batas umum,” papar Cepi. Jumlah darah yang terlampau banyak ini diperkirakan disebabkan adanya miom di dalam rahim.
Cek Enam Bulan Sekali
Mengingat kista dan miom disebabkan oleh hormon estrogen, maka kista dan miom memang banyak mengintai perempuan dalam masa produktif, yaitu kisaran usia 25 – 45 tahun.
Meski demikian, pada kenyataannya banyak perempuan yang mengalami gangguan haid atau merasa ada yang tidak berjalan lancar pada organ reproduksinya, namun masih ragu untuk memeriksakan diri. Padahal, penting sekali melakukan
general check up setiap enam bulan atau satu tahun sekali. Dengan harapan, gumpalan dapat langsung terdeteksi dan belum menyebar ke organ di sekelilingnya.
Lantas, apa saja pemeriksaan yang sebaiknya dilakukan perempuan secara berkala? Ikuti penuturan Cepi berikut ini:
1. Pemeriksaan pertama umumnya dimulai dengan pemeriksaan fisik. “Kami mencari tahu keluhan apa saja yang dirasakan pasien, lalu melakukan pemeriksaan pada perut. Kista atau miom yang ukurannya sudah lebih dari 5 cm biasanya dapat terlihat atau teraba,” ujar Cepi.
2. Tahap kedua adalah pemeriksaan penunjang berupa USG. Pada kista atau miom yang berukuran di bawah 5 cm, baru dapat terdeteksi ketika dilakukan USG. Namun untuk mendapat hasil yang lebih akurat, pemeriksaan USG melalui vagina dapat dilakukan pada perempuan yang telah melakukan hubungan seksual.
“Pasalnya, dengan USG melalui vagina ini, miom maupun kista yang berukuran sangat kecil pun dapat terdeteksi lebih jelas karena tidak tertutupi berbagai lapisan seperti jika USG dilakukan melalui permukaan perut," tambah Cepi.
3. Pemeriksaan ketiga dilanjutkan pada tes laboratorium. Pasien akan diambil darah dan dilakukan pemeriksaan CA 125 untuk mendeteksi adanya tumor. Apabila hasilnya menunjukan angka di atas 25, berarti itu sudah di atas ambang normal.
Lebih lanjut Cepi menuturkan bahwa ada pemeriksaan lain seperti
CT-scan atau MRI, “Hasilnya memang lebih akurat lagi, namun biaya untuk pemeriksaan ini masih tergolong mahal dan belum ada di setiap rumah sakit, kan. Maka untuk pemeriksaan rutin, tiga tahap tadi sudah cukup,” pungkasnya.
Operatif atau Obat?
Perempuan yang dideteksi memiliki kista atau miom dengan ukuran di bawah 5 cm, menurut Cepi, sebenarnya tidak wajib melakukan pengangkatan. “Ia cukup diberikan obat. Jalan lain mungkin dengan merencanakan kehamilan," kata Cepi
Pasalnya, jika rahim atau indung telur yang “menganggur” justru menambah risiko terkena kista dan miom. Padahal perempuan hamil tidak mengalami haid sehingga hormon penyebab gumpalan ini secara tidak langsung akan menekan risiko lebih rendah.
“Apalagi ketika Anda dideteksi memiliki kista atau miom berukuran kecil dan masih berencana memiliki anak, lebih baik disegerakan, selagi ada ruang untuk tumbuh bayi dan ada ruang untuk pertemuan sperma dan sel telur,” ujarnya.
Lain lagi jika miom atau kista yang dideteksi berukuran lebih dari 5 cm, langkah operatif dinilai yang paling tepat. Ada juga terapi obat berupa suntikan yang dapat digunakan jika pasien alergi obat anestesi atau memiliki penyakit jantung. “Namun tetap saja obat itu tidak menghilangkan miom atau kista. Ia hanya mengecilkan. Itu pun harus dipantau dulu selama tujuh bulan, apakah hasilnya baik atau tidak,” tambah dokter spesialis kandungan ini
.