Penyebab Berat Badan Bayi Anak Susah Naik -
Ibu-Bapak, jangan anggap remeh bila si kecil BB-nya tak naik-naik meski ia sehat dan makannya banyak. Pun bila tiap kali usai diberi makan, ia langsung BAB. "Bagaimanapun harus dicari penyebabnya," tegas dr. Budi Purnomo, SpA dari RSAB Harapan Kita, Jakarta. Bila memang tak ada penyakit yang melatarbelakanginya, berarti ada masalah di pencernaannya berupa gangguan penyerapan makanan. Gangguan ini bisa dikarenakan masalah enzim pencernaannya atau pada pergerakan ususnya.
Pencernaan, terangnya, bila dilihat lewat mikroskop akan tampak seperti rumput yang ada jonjot-jonjotnya (villi). Pada ujung jonjot-jonjot tersebut terdapat enzim-enzim pencernaan. Ibarat rumput, makin tinggi tumbuhnya tentu makin bagus. Pada bayi, di usia sebulan, misal, jonjot usus masih lurus. Makin usianya bertambah, jonjot usus pun ikut tumbuh dan tambah menaik. "Biasanya baru di usia sekitar 4 bulan jonjot usus tumbuh dengan baik dan sempurna, begitupun enzim-enzim pencernaannya."
Adapun enzim-enzim pencernaan yang terdapat di ujung jonjot-jonjot ialah enzim pepsin yang mencerna protein; enzim amilase yang mencerna karbohidrat; enzim laktase yang mencerna laktosa; dan masih banyak enzim pencernaan lainnya. Nah, makanan yang masuk ke dalam usus akan dipecah oleh enzim-enzim pencernaan tersebut, lalu diserap oleh tubuh.
TAK ADA ENZIM PENCERNAAN
Bila makanan tak dapat diserap dengan baik, makanan itu akan cepat keluar lagi atau malah sulit keluar. Penyerapan makanan yang tak baik ini, bisa terjadi bila enzim pencernaan tak ada; enzim pencernaannya kurang; atau justru karena ada kerusakan pada jonjot usus, seperti jonjotnya gundul. "Jadi, kalau enzim pencerna karbohidratnya tak ada, misal, maka zat karbohidrat dari makanan tersebut jelas tak bisa diserap oleh tubuh."
Enzim pencernaan yang tak ada bisa terjadi pada keadaan-keadaan tertentu. Misal, bayi dengan BB lahir rendah atau lahir prematur. "Pada bayi-bayi dengan kondisi demikian, biasanya jonjot-jonjot ususnya belum sempurna, hingga enzim pencernaannya pun tak sempurna atau tak ada," jelas Budi.
Itu sebab, pada bayi-bayi yang lahir prematur, jadwal pemberian makanan padat tak bisa disamakan dengan bayi-bayi yang lahir normal, melainkan harus dimundurkan. Misal, bila kelahirannya di usia 8 bulan, pemberian makanan padat pertamanya di usia 5 bulan, bukan di usia 4 bulan seperti umumnya. Demikian pula bila kelahirannya di usia 7 bulan, berarti pemberian makanan padatnya di usia 6 bulan. Jadi, mundurnya tergantung berapa bulan kelahiran prematurnya.
Tiadanya enzim pencernaan bisa juga dikarenakan jonjot usus yang rusak. Biasanya terjadi karena faktor dari luar, seperti ada infeksi virus atau bakteri. "Ini paling sering dialami bayi usia 4 bulan akibat kebiasaan anak yang suka memasukkan tangan dan segala macam ke dalam mulut." Atau, karena faktor higiene, yaitu botol dan dot untuk minum susunya tak bersih, hingga bakteri atau virus masuk dan merusak jonjot usus. Rusaknya jonjot usus juga bisa dari makanan yang asam dan pedas, tapi umumnya hal ini terjadi pada orang dewasa yang sensitif. "Bila jonjot ususnya rusak, otomatis enzimnya tak ada. Bukankah enzim adanya di bagian ujung jonjot usus?"
Bisa juga enzim pencernaan yang ada belum sempurna dan masih kurang. "Ini biasanya terjadi karena pada usia yang seharusnya sudah mendapat makanan padat, justru ia tak diberi, hingga tak ada rangsangan enzim pencernaan untuk berproduksi sendiri," terang Budi. Misal, usia di atas 6 bulan masih diberi bubur susu tanpa diberi makanan berserat, hingga jonjot ususnya tetap pendek dan enzimnya tak ada atau kurang.
Padahal, jika ingin jonjot usus tumbuh bagus perlu dirangsang dengan makanan berserat. "Jadi, bila memang masanya bayi makan makanan padat, beri ia makanan berserat seperti sayuran yang diblender atau buah-buahan, semisal pepaya dan sebagainya. Dengan adanya makanan padat, enzim-enzim pencernaan yang ada akan mencerna makanan dengan baik, hingga absorpsi makanannya pun lebih baik."
OBAT-OBATAN ENZIM
Bila enzim pencernaannya kurang, menurut Budi, dapat dibantu dengan penambahan enzim dari luar, yaitu obat-obatan enzim semisal cotazym atau vitazym. Sebab, bagaimanapun, untuk mencerna makanan diperlukan enzim. Tentunya pemberian obat-obatan enzim atas resep dokter. Pemberiannya pun berbeda pada tiap anak. Ada yang sebulan, tiga bulan atau bahkan sampai 6 bulan. Seharinya ada yang dua atau tiga kali sehabis makan, tergantung kebutuhannya.
Namun, pemberian obat-obatan ini hanya sementara, yaitu untuk menggantikan enzim yang tak ada atau kurang sebelum jonjot usus tumbuh dengan baik. "Kalau sudah tumbuh dengan baik, pemberian obat tak dibutuhkan lagi." Selain tentunya ibu pun disarankan untuk selalu merangsang jonjot usus agar memproduksi sendiri enzim pencernaannya dengan makanan berserat.
PERGERAKAN USUS
Selain soal enzim, gangguan pencernaan juga bisa disebabkan pergerakan usus. Normalnya, terang Budi, bila anak makan, maka makanan itu harusnya berada dalam ususnya untuk beberapa lama, semisal 1-2 jam, untuk diserap. Kalaupun keluar lagi, tinjanya tak banyak keluar. "Tapi kalau keluarnya cepat, kemungkinan ada gangguan motalitas atau pergerakan ususnya yang tak bagus. Ini bisa berarti ada sesuatu, apakah penyakit atau rangsangan dari bahan makanan, semisal rasa asam atau pedas hingga gerak usus mendorong makanan jadi cepat."
Bisa juga karena ibu memaksa anak makan terlalu banyak, hingga kerja usus terlalu aktif. "Karena itu, pada waktu pertama kali pemberian makanan padat, sebaiknya dilakukan dalam jumlah sedikit demi sedikit dulu, jangan langsung banyak. Misal, jangan diberikan tiga kali sehari, tapi dua kali sehari dulu, barulah 2-3 hari kemudian secara full. Pemberiannya pun sebaiknya agak diencerkan sedikit dari aturan pemakaiannya. Hal ini dimaksudkan agar bayi bisa beradaptasi. Bila tak ada masalah, bisa diteruskan."
Selanjutnya, jika memang sudah kadung pergerakan usus terlalu cepat atau terlalu aktif, bisa diatasi dengan pemberian obat agar otot ususnya agak tenang dan makanan bisa terserap dengan baik.
KURANG ZAT GIZI
Jadi, jangan dibiarkan saja keadaan ini, ya, Bu-Pak. Sebab, menurut Budi, makanan yang tak dihancurkan oleh enzim dan tak diserap oleh tubuh, bentuknya akan tetap padat terus, hingga lama-lama akan membuat anak sembelit dan tak bisa BAB. Bahkan, kalau sampai mengejan, bisa timbul lecet dan berdarah.
"Anak pun akan lebih sering mengalami gangguan pencernaan. Hingga, ia menerima makanan tapi tidak bisa dicerna dan diabsorpsi." Jadi, kalau ia makan 10 gram makanan, yang dapat diserap paling hanya 2 gram dan sisanya keluar. Lain hal jika ususnya bagus, yang terserap mungkin bisa sampai 8 gram.
Bukan itu saja, bila ia sering sembelit, bisa menjadi tempat berkembangnya bakteri. Hingga, bila terjadi infeksi, akhirnya malah mencret. Pada anak, yang paling baik BAB-nya dalam sehari minimal satu kali. Bila sampai 4 kali tapi tidak cair, masih dalam batas normal. "Namun bila BAB-nya belum keluar lebih dari dua hari, harus dikeluarkan dan dicari apa penyebabnya."
Pada anak yang mendapatkan ASI, BAB-nya biasanya lebih sering, bisa sampai 5-6 kali. Hal itu masih dianggap wajar asalkan BAB-nya tak berbentuk cair. BAB yang sering ini karena ASI mengandung kadar lemak yang tinggi, sementara pada usia bayi enzim pencerna lemaknya masih rendah. "Namun orang tua harus waspada kalau sehari BAB lebih dari 4 kali dan encer, jangan-jangan itu diare. Jangan percaya mitos bahwa kalau bayi diare pertanda mau pintar atau tumbuh gigi. Itu tak benar. Salah-salah, kalau tak ditangani, malah bayi bisa dehidrasi," tutur Budi.
Sebenarnya, lanjut Budi, yang perlu dikhawatirkan bila makanan tak diserap dengan baik, akibatnya kalori yang diterima tubuh dan zat-zat gizi lainnya akan berkurang. Dampaknya, anak tak gemuk-gemuk dan BB-nya tak naik-naik. Jika berlangsung dalam jangka waktu lama tentu akan menganggu tumbuh kembang anak. Itu sebab, masalah gangguan penyerapan makanan tak boleh diabaikan. "Lebih cepat diketahui dan ditangani akan lebih baik. Biasanya dokter akan memeriksa fesesnya sekaligus enzim-enzim pencernaannya. Itu pun bila tak ada penyakit lain yang melatarinya."
Apalagi, masalah penyerapan makanan bisa terulang. Hingga, orang tua pun harus menjaga kebersihan agar tak ada infeksi. Selain, memberikan makanan berserat untuk merangsang pertumbuhan usus jadi optimal dan merangsang usus untuk mencerna lebih baik. Terlebih serat dapat menarik air hingga tinja akan lembek. Juga, pemberian makanan sebaiknya sesuai dengan tahapan usianya
.